Menangkal Adiksi Gadget melalui Literasi Digital.


Istilah literasi mulai digunakan dalam arti yang lebih luas, namun tetap merujuk kepada kompetensi atau kemampuan dasar literasi yaitu kemampuan membaca dan menulis. Beberapa istilah yang ada seperti Literasi Informasi, literasi numerik, literasi digital, literasi sains dan lain sebagainya.
Literasi Digital selalu diidentifikasi sebagai penggunaan dan pengolahan informasi melalui tehnologi. Indonesia sendiri merupakan salah satu negara dengan jumlah pengguna internet terbesar di dunia. Menurut hasil riset yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bersama dengan Pusat Kajian Komunikasi (Puskakom) Universitas Indonesia, total jumlah pengguna Internet di Indonesia per awal 2015 adalah 88.1 juta orang. Akan tetapi, sesuai dengan riset yang dilansir oleh wearesocial.sg pada tahun 2017 tercatat ada sebanyak 132 juta pengguna internet di Indonesia dan angka ini tumbuh sebanyak 51 persen dalam kurun waktu satu tahun.
Perkembangan dunia digital dapat menimbulkan dua sisi yang  berlawanan dalam kaitannya dengan pengembangan literasi digital. Berkembangnya peralatan digital dan akses akan informasi dalam bentuk digital mempunyai tantangan sekaligus peluang. Salah satu kehawatiran yang muncul adalah jumlah generasi muda yang mengakses internet sangat besar, yaitu kurang lebih 70 juta orang. Mereka menghabiskan waktu mereka untuk berinternet, baik melalui telepon genggam,  komputer personal, atau laptop, mendekati 5 jam per harinya.
Tingginya penetrasi internet bagi generasi muda tentu meresahkan banyak pihak dan fakta menunjukkan bahwa data akses anak Indonesia terhadap konten  berbau  pornografi  per  hari  rata-rata  mencapai  25  ribu  orang (Republika,  2017).  Belum  lagi  perilaku  berinternet  yang  tidak  sehat, ditunjukkan dengan menyebarnya berita atau informasi hoaks, ujaran kebencian, dan intoleransi di media sosial. Hal-hal tersebut tentu menjadi tantangan besar bagi orang tua, yang mempunyai tanggung jawab dan peran penting dalam mempersiapkan generasi abad ke-21, generasi yang memiliki kompetensi digital.

Hasil riset yang dilansir oleh Mitchell Kapoor menunjukkan bahwa generasi muda yang memiliki keahlian untuk mengakses media digital, saat ini belum mengimbangi kemampuannya menggunakan media digital untuk kepentingan memperoleh informasi pengembangan diri. Hal ini juga tidak didukung dengan bertambahnya materi/informasi yang disajikan di media digital yang sangat beragam jenis, relevansi, dan validasinya (Hagel, 2012). Di Indonesia saat ini, perkembangan jumlah media tercatat meningkat pesat, yakni mencapai sekitar 43.400, sedangkan  yang  terdaftar  di  Dewan  Pers  hanya  sekitar  243  media.
Dengan demikian, masyarakat dengan mudah mendapatkan informasi dari berbagai media yang ada, terlepas dari resmi atau tidaknya berita tersebut (Kumparan, 2017). Hal ini terindikasi dari semakin merosotnya budaya baca masyarakat yang memang masih dalam tingkat yang rendah. Kehadiran berbagai gawai(gadget) yang bisa terhubung dengan jaringan internet mengalihkan perhatian orang dari buku ke gawaiyang mereka miliki.
Di sisi lain, perkembangan media digital memberikan peluang, seperti  meningkatnya  peluang  bisnis e-commerce, lahirnya lapangan kerja baru berbasis media digital, dan pengembangan kemampuan literasi tanpa menegasikan teks berbasis cetak. Perkembangan pesat dunia digital yang dapat dimanfaatkan adalah munculnya ekonomi kreatif  dan  usaha-usaha  baru  untuk  menciptakan  lapangan  pekerjaan. Indonesia merupakan salah satu pengguna internet terbesar di dunia dan pemerintah melihat ini sebagai peluang untuk menciptakan 1.000 technopreneursdengan nilai bisnis sebesar USD 10 miliar dengan nilai e-commercemencapai USD 130 miliar pada tahun 2020.
Pemanfaatan e-commerce memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk meningkatkan pemasaran barang dan jasa secara global, mengurangi waktu dan biaya promosi dari barang dan jasa yang dipasarkan karena tersedianya informasi secara menyeluruh di internet sepanjang waktu. Selain itu, jenis lapangan pekerjaan yang memanfaatkan dunia digital semakin bertambah, seperti ojek atau taksi daring, media sosial analisis, dan pemasaran media sosial.
Selain itu, peralatan dan jaringan internet yang ada bisa dijadikan media yang dapat membantu mereka untuk mengembangkan kemampuan literasi mereka tanpa menegasikan teks berbasis cetak. Justru digitalisasi bisa dijadikan media perantara untuk menuju praktik literasi yang dapat menghasilkan teks berbasis cetak. Sebagai contoh, kegiatan menulis di blog pribadi bisa diarahkan untuk mengumpulkan tulisan untuk kemudian bisa dicetak menjadi buku yang berisi kumpulan tulisan dengan tema tertentu yang diambil dari blog pribadi. Kalangan muda yang gemar menulis di jejaring sosial bisa diarahkan untuk berlatih menulis dan mengemukakan gagasan tentang sesuatu yang dekat dengan mereka.
Sejak zaman dahulu, literasi sudah menjadi bagian dari kehidupan dan perkembangan manusia, dari zaman prasejarah hingga zaman modern. Pada zaman prasejarah manusia hanya membaca tandatanda alam untuk berburu dan mempertahankan diri. Mereka menulis simbol-simbol dan gambar buruannya pada dinding gua. Seiring dengan perubahan waktu, berkembanglah taraf kehidupan manusia, dari tidak mengenal  tulisan  hingga  melahirkan  pemikiran  untuk  membuat  kodekode dengan angka dan huruf sehingga manusia dikatakan makhluk yang mampu berpikir. Pemikiran tersebut akhirnya melahirkan suatu kebudayaan. Proses perkembangan literasi berasal dari mulai dikenalnya tulisan yang pada saat itu menggunakan perkamen sebagai media untuk menulis. Perkamen adalah alat tulis pengganti kertas yang dibuat dari  kulit  binatang  (seperti  biri-biri,  kambing,  atau  keledai). 
Perkamen biasanya digunakan untuk halaman buku, codex, atau manuskrip yang digunakan oleh masyarakat dunia pada sekitar 550 sebelum Masehi.Pada awal 5 Masehi interaksi manusia dalam proses literasi sudah mengenal salin tukar informasi melalui pos merpati. Seiring waktu dan perkembangan teknologi, misalnya, ditemukan mesin cetak, kertas, kamera,  dan  peningkatan  ilmu  jurnalistik.  Koran  sudah  dikenal  dan menjadi salah satu media untuk penyebarluasan informasi. Kebutuhan akan informasi yang cepat membuat transisi teknologi semakin pesat. Pada tahun 1837 ditemukan telegram, fasilitas yang digunakan untuk menyampaikan informasi jarak jauh dengan cepat, akurat, dan terdokumentasi. 

Telegram  berisi  kombinasi  kode  (sandi  morse)  yang ditransmisikan denganalat yang disebut telegraf. Tahun 1867, Alexander Graham Bell menemukan telepon; telepon berasal dari dua kata, yakni tele‘jauh‘ dan phone‘suara‘ sehingga telepon berarti sebuah alat komunikasi berupa suara jarak jauh. Kebutuhan akan informasi yang sangat cepat membuat persaingan dan inovasi yang luar biasa di dunia digital. Pada awal tahun 1900-an, radio dan televisi menjadi idola masyarakat dunia, seiring dengan peningkatan dan perkembangan berbagai teknologi audio visual. 
Proses  menampilkan  informasi  ternyata  tidak  cukup  memenuhi kebutuhan masyarakat saat itu. Kebutuhan alat untuk membuat, mendesain, mengolah, dan menyimpan data dan informasi sangat ditunggu, sehingga pada tahun 1941 ditemukanlah komputer. Perkembangan  teknologi  tidak  hanya  berbentuk  komputer (perangkat keras), tetapi juga berupa kemajuan yang pesat juga terjadi pada sisi perangkat lunak.
Pada awal pemakaian komputer, aplikasi yang digunakan berbasis teks. Sejak ditemukannya sistem operasi windows, yang mempunyai aksesibilitas yang ramah pengguna, mulailah bermunculan aplikasi pendukung yang dapat dimanfaatkan untuk media digital. Laptop yang saat ini banyak beredar menjawab kebutuhan masyarakat di dunia berupa kemudahan mobillitas. Saat ini pun pemakaian laptop mulai tergantikan oleh penggunaan gawai dalam pemanfaatan media digital yang juga seiring dengan peningkatan jaringan internet yang luar biasa.
Setiap individu perlu memahami bahwa literasi digital merupakan hal penting yang dibutuhkan untuk dapat berpartisipasi di dunia modern sekarang ini. Literasi digital sama pentingnya dengan membaca, menulis, berhitung, dan disiplin ilmu lainnya. Generasi yang tumbuh dengan akses yang  tidak  terbatas  dalam  teknologi  digital  mempunyai  pola  berpikir yang  berbeda  dengan  generasi  sebelumnya.  Setiap  orang  hendaknya dapat bertanggung jawab terhadap bagaimana menggunakan teknologi untuk  berinteraksi  dengan  lingkungan  sekitarnya.  Teknologi  digital memungkinkan orang untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan keluarga dan teman dalam kehidupan sehari-hari. Sayangnya, dunia maya saat ini semakin dipenuhi konten berbau berita bohong, ujaran kebencian, dan  radikalisme,  bahkan  praktik-praktik  penipuan. 
Keberadaan  konten negatif  yang  merusak  ekosistem  digital  saat  ini  hanya  bisa  ditangkal dengan membangun kesadaran dari tiap-tiap individu. Menjadi  literat  digital  berarti  dapat  memproses  berbagai informasi,  dapat  memahami  pesan  dan  berkomunikasi  efektif  dengan orang lain dalam berbagai bentuk. Dalam hal ini, bentuk yang dimaksud termasuk menciptakan, mengolaborasi, mengomunikasikan, dan bekerja sesuai  dengan  aturan  etika,  dan  memahami  kapan  dan  bagaimana teknologi harus digunakan agar efektif untuk mencapai tujuan.
Termasuk juga  kesadaran  dan  berpikir  kritis  terhadap  berbagai  dampak  positif dan  negatif  yang  mungkin  terjadi  akibat  penggunaan  teknologi  dalam kehidupan  sehari-hari.  Memacu  individu  untuk  beralih  dari  konsumen informasi yang pasif menjadi produsen aktif, baik secara individu maupun Sebagai bagian dari komunitas. Jika generasi muda kurang menguasai kompetensi digital, hal ini sangat berisiko bagi mereka untuk tersisih dalam  persaingan  memperoleh  pekerjaan,  partisipasi  demokrasi,  dan interaksi sosial.
Literasi digital akan menciptakan tatanan masyarakat dengan pola  pikir  dan  pandangan  yang  kritis-kreatif.  Mereka  tidak  akan mudah  termakan  oleh  isu  yang  provokatif,  menjadi  korban  informasi hoaks, atau korban penipuan yang berbasis digital. Dengan demikian, kehidupan sosial dan budaya masyarakat akan cenderung aman dan kondusif. Membangun budaya literasi digital perlu melibatkan peran aktif  masyarakat  secara  bersama-sama.  Keberhasilan  membangun literasi digital merupakan salah satu indikator pencapaian dalam bidang pendidikan dan kebudayaan.

Pengertian Literasi Digital
Menurut Paul Gilster dalam bukunya yang berjudul Digital Literacy (1997),  literasi  digital  diartikan  sebagai  kemampuan  untuk memahami dan menggunakan informasi dalam berbagai bentuk dari berbagai sumber yang sangat luas yang diakses melalui piranti komputer. Bawden (2001) menawarkan pemahaman baru mengenai literasi digital yang berakar pada literasi komputer dan literasi informasi.
Literasi komputer  berkembang  pada  dekade  1980-an,  ketika  komputer  mikro semakin  luas  dipergunakan,  tidak  saja  di  lingkungan  bisnis,  tetapi  juga di masyarakat. Namun, literasi informasi baru menyebar luas pada dekade  1990-an  manakala  informasi  semakin  mudah  disusun,  diakses, disebarluaskan melalui teknologi informasi berjejaring. Dengan demikian, mengacu pada pendapat Bawden, literasi digital lebih banyak dikaitkan dengan keterampilan teknis mengakses, merangkai, memahami, dan menyebarluaskan informasi
Sementara itu, Douglas A.J. Belshaw dalam tesisnya What is ‘Digital Literacy‘? (2011) mengatakan bahwa ada delapan elemen esensial untuk mengembangkan literasi digital, yaitu sebagai berikut :
  1. Kultural, yaitu pemahaman ragam konteks pengguna dunia digital;
  2. Kognitif, yaitu daya pikir dalam menilai konten;
  3. Konstruktif, yaitu reka cipta sesuatu yang ahli dan aktual;
  4. Komunikatif, yaitu memahami kinerja jejaring dan komunikasi di dunia digital;
  5. Kepercayaan diri yang bertanggung jawab;
  6. Kreatif, melakukan hal baru dengan cara baru;
  7. Kritis dalam menyikapi konten; dan
Berdasarkan paparan di atas, maka dipandang perlu peran literasi digital di era disrupsi saat ini sangat penting. Tehnologi yang berkembang pesat saat ini adalah smartphone/gadget, Mayoritas penduduk bumi ini telah mengenal dan menggunakan benda ini, termasuk peserta didik. Tools ini kebanyakan anak-anak sering disalah gunakan, waktu mereka kadang terbuang hanya game, menonton youtube dan bahkan bermedsos. Oleh sebabnya penguatan penggunaan internet sehat adalah bagian dari tujuan pengembangan literas digital termasuk memanfaatkan tools literasi digital ke dalam pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan ketiga unsur tri pusat pendidikan, bekerja sama dengan orang tua itu harus, agara program yang telah dilaksanakan di sekolah dapat didukung oleh orang tua di rumah.

Banyak dari kita yang berangggapan semua berita atau informasi yang kita dapat di internet atau di media digital adalah baik. Untuk itu kita perlu membentengi diri dan leboh memilah informasi yang kita serap. Literasi digital tidak hanya menghindarkan kita dari berita bohong atau berita hoax namun juga dapat mencegah kita terhindar dari cyber crime yang sekarang banyak terjadi.
Membentengi diri berita hoax sejak dini lebih baik karena informasi dan pola pikir yang mereka masih bisa dibiasakan lebih maksimal daripada kita. Selain untuk membentengi diri dari berita hoax, mengajarkan literasi digital pada anak sejak dini juga berfungsi untuk mencegah mereka untuk menyebarkan berita hoax, karena kemampuan mereka dalam menerima dan mengelola informasi yang didapat dapat diterapkan dengan baik. Untuk itu, peran orang tua sangat di butuhkan untuk mengajarkan kepada anak betapa pentingnya Literasi digital dan sebagai parental kontrol dan filter bagi anak-anaknya.
Maka dari itu untuk menanggulangi masalah penyalahgunaan informasi dan pemahaman informasi anak yang lebih baik, sekolah dan orang tua wajib untuk mengontrol, menjaga dan mengawasi semua informasi yang anak-anak kita terima. Dengan mengecek secara berkala informasi yang mereka akses.
Membentengi diri berita hoax sejak dini lebih baik karena informasi dan pola pikir yang mereka masih bisa dibiasakan lebih maksimal daripada kita. Selain untuk membentengi diri dari berita hoax, mengajarkan literasi digital pada anak sejak dini juga berfungsi untuk mencegah mereka untuk menyebarkan berita hoax, karena kemampuan mereka dalam menerima dan mengelola informasi yang didapat dapat diterapkan dengan baik. Untuk itu,

Post By : Alfi Banda

Posting Komentar

0 Komentar