Salam dan Bahagia !
Telah banyak literatur dan sumber-sumber yang menggelorakan makna pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara, yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar kelak mereka dapat menjadi manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Mari kita refleksi lagi perjalanan pendidikan nasional dari sudut pandang Ki Hajar Dewantara mengenai cita-cita sistem pendidikan nasional dengan melihat metode pengajaran di zaman kolonial Belanda yang menggunakan sistem pendidikan perintah dan sanksi tanpa sadar masuk ke dalam warisan cara guru guru kita mendidik murid muridnya. Bahkan mungkin sampai saat ini praktek itu masih saja diterapkan, misalnya masih ditemukan kasus kekerasan pada murid di sekolah, murid mendapat hukuman atau sanksi berat ketika mereka belum atau tidak mengerjakan perintah dari guru.
Contoh lain adalah sistem penilaian atau penghargaan yang terlalu berorientasi pada kecakapan kognitif. Misalnya, kecakapan murid diukur dari hasil ujian sumatif yang menguji kecakapan kognitif semata. Dampaknya adalah murid berusaha keras melatih kecakapannya dengan mengerjakan kisi-kisi soal ujian hingga mendapat nilai dan penghargaan dari sekolah. Nah Sahabat sekalian, fokus pada orientasi kognitif ini menyebabkan pembangan kecakapan sosial emosional murid terabaikan. Di sisi lain, jika murid belum mampu memenuhi tuntutan ujian sumatif yang sangat berat, tidak jarang murid kita mendapat penghakiman bahwa mereka ini dianggap gagal dalam belajar. Sistem pendidikan di zaman kolonial Belanda didasarkan atas diskriminasi, yaitu adanya perbedaan perlakuan terhadap anak peribumi untuk mendapatkan pendidikan yang sifatnya masih materialistik, individualistik, dan intelektualistik.
Kondisi seperti ini tentunya bertentangan dengan keadaan dan kebudayaan bangsa kita. Sebagai perlawanan terhadap sistem yang diskriminatif ini, Ki Hajar Dewantara menggagas perlunya sebuah sistem pendidikan yang humanis dan transformatif yang dapat memelihara kedamaian dunia. Ki Hajar Dewantara memperkenalkan sistem Among, yaitu yang dikenal dengan slogannya "Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tutwuri Handayani".
"Ing Ngarso Sung Tulodo" artinya seorang guru haruslah berkomitmen menjadi seorang teladan. Ia harus memberikan contoh yang baik. "Ing Madya Mangun Karso" artinya seorang guru haruslah membangkitkan atau menguatkan semangat muridnya. Bukan orang yang melemahkan semangat. Dan Tutwuri Handayani, yaitu seorang guru, haruslah memberikan dorongan atau menjadikan muridnya orang yang mandiri atau orang-orang yang merdeka, yang tumbuh kembang secara maksimal, inilah esensi dari merdeka belajar. Meskipun semboyaan ini diingat dengan sangat baik oleh banyak guru dengan istilah Tutwuri Handayani, tetapi masih banyak juga yang belum memahami filosofis dan maknanya, yaitu untuk kemerdekaan murid. Yang menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batinnya yang kemudian menjadi bagian dari jiwa kita sebagai pendidik.
Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan yang sesuai dengan bangsa kita adalah pendidikan yang humanis, kerakyatan, dan kebangsaan. Pemikiran Ki Hajar Dewantara tersebut adalah gagasan yang melampaui zamannya, di mana pola ini masih relevan hingga masa sekarang ini, terbukti atas kepribadian bangsa Indonesia yaitu yang mengandung harkat diri dan kemanusiaan yang menjadi landasan praktek pendidikan saat ini, tidak hanya di Indonesia, tapi juga di negara lain.
Sahbat sekalian, sebagai pendidik, kita mestinya berupaya untuk memaknai pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai pendidikan yang humanis, yang terbukti masih relevan bahkan hingga masa kini dan akan mampu menghantarkan murid siap mengisi zamannya kelap. Ki Hajar Dewantara melihat bahwa sistem pendidikan di zaman kolonial Belanda ini hanyalah tempat pendidikan pikiran atau rasio yang menebarkan ilmu pengetahuan dan kecerdasan saja tanpa adanya pendidikan sosial emosional atau tanpa adanya olah rasa.
Selain pendidikan kecerdasan atau keterampilan berfiki, pendidikan kultural yaitu pendidikan yang berdasarkan garis bangsa dan budaya misalnya dengan menghargai proses belajar murid merayakan setiap pencapaian pembelajarannya dan mengajar sesuai dengan kompetensinya juga sangat dibutuhkan oleh murid. Pendidikan kultural ini akan melengkapi, mempertajam, dan memperkaya pendidikan kecerdasan murid, sifat pendidikan yang intelektualistis, materialistis, kolonialis, dan minimnya pengaruh kebudayaan yang kita alami pada zaman Belanda jangan sampai terulang kembali.
Sebagai pendidik, perlu kita perlu menjaganya dengan menyambungkan naluri, tradisi, dan kontinuitas dengan masa lampau. Model pendidikan dan pengajaran dan pengetahuan atau kecerdasan ala barat mungkin dapat kita gunakan dengan syarat pendidikan kebudayaan dan nasional kita berikan kepada murid. Demi terwujudnya keluhuran manusia, nusa, dan bangsa. Hal ini pernah dicitakan oleh Ki Hajar Dewantara, yaitu kemerdekaan setiap murid yang mampu mengatur dirinya sendiri agar murid berperasaan, berfikiran, dan bekerja merdeka dalam ketertiban bersama demi mewujudkan cita cita pendidikan nasional.
Kita ketahui bersama, Pendidikan nasional yang berdasarkan pada garis kebudayaan bangsanya untuk perikir hidupan, mengangkat derajat rakyat dan negerinya, serta setara bekerja sama dengan bangsa-bangsa lain demi kemuliaan umat manusia di dunia. Nah, jika kita hanya mengandalkan naluri mendidik tidaklah cukup. Kita juga perlu melengkapinya dengan ilmu pendidikan yang selaras dengan zamannya. Tuntunan yang baik kepada murid didasarkan pada panduan atau teori atau pengetahuan tentang tuntunan yang terbaik. Sehingga pendidik dapat memberikan hak kepada murid untuk berkesempatan mempelajari ilmu pengetahuan sesuai dengan keinginan dan bakatnya.
Sebagai pendidik kita dapat memberikan daya upaya yang terbaik dalam mendidik murid. Kita membutuhkan semacam pagar atau pelindung, yaitu dukungan dari orang tua dan masyarakat untuk bersama sama menjaga atau menolak semua bahaya yang mengancam kekuatan dan potensi yang sedang tumbuh dari dalam diri murid kita. Mari kita refleksi kembali. Apakah kita sudah mempraktekan pembelajaran sesuai dengan cita-cita sistem pendidikan nasional yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara? Langkah apa yang dapat kita lakukan untuk bersama sama kita bisa mewujudkannya?
Ambon, 29 Januari 2023
Mr. Alfi Banda
Salam dan Bahagia !
0 Komentar