Koneksi Antarmateri – Coaching

 

 Koneksi Antarmateri – Coaching

Oleh :

Alfi Hasan, M.Pd

CGP SD Negeri 87 Ambon


 


A.      Pengertian Coaching

    Coaching adalah sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach  memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman  hidup,  pembelajaran  diri,  dan  pertumbuhan  pribadi  dari coachee (Grant, 1999). Menurut Whitmore Coaching adalah kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching  lebih  kepada  membantu  seseorang  untuk  belajar  daripada mengajarinya (Whitmore, 2003).

    Dengan demikian Coaching adalah sebuah proses memandirikan murid dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya melalui potensi yang ada pada dirinya sendiri.

Proses  coaching  merupakan  proses untuk mengaktivasi kerja otak murid. Pertanyaan-pertanyaan reflektif dalam dapat membuat murid melakukan metakognisi. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam proses  coaching  juga  membuat  murid  lebih  berpikir  secara  kritis  dan  mendalam. Yang akhirnya, murid dapat menemukan potensi dan mengembangkannya.

 

B.     Coaching dalam konteks Sekolah

    Ki  Hadjar  Dewantara  menekankan  bahwa  tujuan  pendidikan  itu  ‘menuntun tumbuhnya  atau  hidupnya  kekuatan  kodrat  anak  sehingga  dapat  memperbaiki lakunya.  oleh  sebab  itu  peran  seorang  coach  (pendidik)  adalah  menuntun  segala kekuatan  kodrat  (potensi)  agar  mencapai  keselamatan  dan  kebahagiaan  sebagai manusia  maupun  anggota  masyarakat.  Dalam  proses  coaching,  murid  diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar  murid  tidak  kehilangan  arah  dan  membahayakan  dirinya.  Seorang  ‘pamong’ dapat  memberikan  ‘tuntunan’  melalui  pertanyaan-pertanyaan  reflektif  agar kekuatan kodrat anak terpancar dari dirinya.

    Dalam konteks pendidikan Indonesia saat ini,  coaching  menjadi salah satu proses ‘menuntun’ kemerdekaan belajar murid dalam pembelajaran di sekolah.  Coaching menjadi  proses  yang  sangat  penting  dilakukan  di  sekolah  terutama  dengan diluncurkannya  program  merdeka  belajar  oleh  Kementerian  Pendidikan  dan Kebudayaan  Indonesia. Program ini dapat membuat murid menjadi lebih merdeka dalam belajar untuk mengeksplorasi diri guna mencapai tujuan pembelajaran dan memaksimalkan potensinya. Harapannya, proses coaching  dapat menjadi salah satu langkah  tepat  bagi  guru  untuk  membantu  murid  mencapai  tujuannya  yaitu kemerdekaan dalam belajar.

    Kompetensi  kepemimpinan pembelajaran  (instructional  leadership)  yang  mencakup  komunitas  praktik, pembelajaran  sosial  dan  emosional,  pembelajaran  berdiferensiasi  yang  sesuai perkembangan murid, dan kompetensi lain dalam pengembangan diri dan  sekolah. Proses  pendidikan  sangat membutuhkan coaching.

    Murid  bukanlah  kertas  kosong.  Mereka datang  dengan  berbagai  latar  belakang,  kemampuan,  dan  potensi.  Tugas  guru adalah menjadikan latar belakang mereka sebagai  pondasi kuat dalam memimpin pembelajaran. Selain itu, guru juga bertugas meningkatkan kemampuan dan  melejitkan  potensi  mereka.  Oleh  karena  itu,  guru diharapkan  memiliki keterampilan yang dapat mengarahkan anak didik untuk menemukan jati diri dan melejitkan potensi mereka. Salah  satu  keterampilan  yang  diperlukan  adalah  keterampilan  coaching. Coaching  diperlukan  karena  murid  kita  adalah sosok merdeka. Sosok yang dapat menentukan arah dan tujuan pembelajarannya, serta meningkatkan potensinya sendiri. Mereka hanya memerlukan dorongan dan arahan  dari  guru sebagai  pemimpin  pembelajaran  untuk  melejitkan  potensi mereka.  Tentunya  ini  bukan  hal  yang  mudah  karena  sebagai  pemimpin pembelajaran  terkadang  kita  tergoda  untuk  berupaya  membantu  permasalahan murid  secara  langsung  dengan  memberikan  solusi  dan  nasehat.  Dengan keterampilan coaching, harapannya anak didik kita menjadi lebih terarah dan dapat menyelesaikan  masalahnya  mandiri yang  pada  akhirnya  dapat  meningkatkan potensi mereka.

 

C.     Peran Coaching dengan Pembelajaran Berdiferensiasi dan Sosial Emosional

Murid tentunya memiliki potensi yang berbeda-beda dan menunggu untuk  dikembangkan.  Pengembangan potensi   inilah  yang  menjadi  tugas  seorang guru.  Apakah  pengembangan  diri  anak  ini  cepat,  perlahan-lahan  atau  bahkan berhenti  adalah  tanggung  jawab  seorang  guru.  Pengembangan  diri  anak  dapat dimaksimalkan dengan proses coaching.

 

Coaching memiliki  peran yang  sangat  penting  karena  dapat  digunakan  untuk  menggali  potensi  para murid sekaligus mengembangkannya dengan berbagai strategi yang disepakati bersama. Jika  proses  coaching  berhasil  dengan  baik,  masalah-masalah  pembelajaran  atau masalah eksternal yang mengganggu proses pembelajaran dan dapat menurunkan potensi murid akan dapat diatasi. Dalam penerapapan coaching  untuk  memaksimalkan potensi  murid,  guru  hendaknya  memiliki  keterampilan  coaching.   Keterampilan coaching  ini  sangat  erat  kaitannya  dengan  keterampilan  berkomunikasi. Selain keterampilan berkomunikasi, beberapa keterampilan dasar perlu dimiliki oleh seorang coach.  International Coach Federation (ICF)  memberikan acuan mengenai empat kelompok, kompetensi dasar bagi seorang coach yaitu :

  1. keterampilan membangun dasar proses coaching
  2. keterampilan membangun hubungan baik
  3. keterampilan berkomunikasi
  4. keterampilan memfasilitasi pembelajaran

 

D.     Model TIRTA

    TIRTA dikembangkan dari satu model  coaching  yang dikenal sangat luas dan telah diaplikasikan,  yaitu  GROW  model.  GROW  adalah  kepanjangan  dari  Goal,  Reality, Options  dan  Will.  Pada  tahapan  1)  Goal  (Tujuan):  coach  perlu  mengetahui  apa tujuan yang hendak dicapai  coachee dari sesi coaching  ini, 2)  Reality (Hal-hal yang nyata):  proses  menggali  semua  hal  yang  terjadi  pada  diri  coachee,  3)  Options (Pilihan):  coach  membantu  coachee  dalam  memilah  dan  memilih  hasil  pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi.  Will (Keinginan untuk  maju):  komitmen  coachee  dalam  membuat  sebuah  rencana  aksi  dan menjalankannya.

    Model  TIRTA  dikembangkan  dengan  semangat  merdeka  belajar  yang  menuntut guru  untuk  memiliki  keterampilan  coaching.   Hal  ini  penting  mengingat  tujuan coaching yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. Melalui model  TIRTA,  guru  diharapkan  dapat  melakukan  praktik  coaching  di  komunitas sekolah dengan mudah.

    TIRTA kepanjangan dari  T: Tujuan,  I: Identifikasi,  R: Rencana aksi dan  TA: Tanggung jawab

Dari segi bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid  kita  adalah  air,  maka  biarlah  ia  merdeka,  mengalir  lepas  hingga  ke  hilir potensinya. Anda, sebagai guru memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap mengalir, tanpa sumbatan.


E.    Refleksi

    Coaching dapat membantu peran guru untuk mengembangkan pembelajaran yang berpihak pada murid, karena melalui metode coaching ini guru memberi kewenangan penyelesaian masalah secara mandiri kepada murid. Guru hanya memberikan pertanyaan-pertanyaan terbuka atau reflektif yang dapat memicu munculnya potensi diri murid. Sehingga adalam penerapannya Coaching berbeda dengan Konseling atau mentoring.

    Selama ini yang terjadi adalah, kebanyakan guru membantu murid menyelesaikan masalahnya sampai tuntas, kita lupa bahwa pada diri murid terdapat potensi yang dapat dijadikan sebagai pondasi diri dalam menyelesaikan masalah. Selain itu juga, dengan menggunakan potensi diri dalam menyelesaikan masalah murid dapat terbiasa mengembangkan potensi sosial emosional sejak dini.

 

F.       Sumber

  1.  Pramudianto. (2015). “I’m a Coach: Strategi mengembangkan diri dengan coaching.”. Yogyakarta: Penerbit AND
  2. Modul 2 Paket Pembelajaran yang berpihak kepada Murid, Program Guru Penggerak, Kemdikbud 2020.
  3. Cangara, H. (2012). Pengantar ilmu komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Posting Komentar

2 Komentar